Adanya
tingkatan sosial di masyarakat dapat di lihat dari dua segi: pertama dari segi
kebangsawanan, dan kedua, dari segi kedudukan sosial yang di tandai dengan
tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang di miliki. Biasanya yang
memiliki pendidikan lebih baik memperoleh kemungkinan untuk memperoleh taraf
perekonomian yang lebih baik pula. Tetepi ini tidak mutlak. Bisa saja taraf
pendidikan yang baik namun taraf perekonomiannya kurang baik. Dan sebaliknya,
yang memiliki taraf pendidikannya kurang tapi memiliki taraf perekonomian yang
baik.
Kuntjaraningrat
(1967:245) membagi masyarakat jawa menjadi 4 tingkatan, yaitu: 1. Wong cilik, 2. Wong sudgar, 3 priyayi dan
4. ndara. Sedangkan Clifford Geertz
membagi masyarakat jawa menjadi 3 tingkatan yaitu: 1. Priyayi, 2. Orang yang
berpendidikan dan bertempat tinggal di kota
dan 3. Petani dan orang kota yang tidak
berpendidikan. Dari kedua jenis penggolongan di atas jelas adanya perbedaan
tingkatan dalam masyarakat tutur bahasa jawa. Berdasarkan tingkatan itu, maka
dalam masyarakat jawa terdapat berbagai variasi bahasa yang di gunakan sesuai
dengan tingkat sosialnya. Jadi, bahasa atau ragam bahasa yang di gunakan di
kalangan wong cilik tidak sama dengan
wong sudagar dan status di atas
mereka.
Perbedaan variasi bahasa dapat juga terjadi apabila yang terlibat dalam pertuturan itu mempunyai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya jika wong cilik berbicara dengan priyayi atau ndara maka masing-masing menggunakan variasi bahasa yang berbeda, pihak yang memiliki tingkat sosial yang rendah akan menggunakan variasi bahasa yang lebih tinggi atau dalam bahasa jawa di sebut bahasa karma inggil ketika berbicara dengan yang memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi, sebaliknya apabila orang yang memiliki tingkatan sosial yang lebih tinggi bebicara dengan yang tingkatan sosoialnya lebih rendah maka variasi bahasa yang di gunakan adalah variasi bahasa yang lebih rendah atau bahasa ngoko.
Variasi
bahasa yang penggunaanya berdasarkan pada tingkatan-tingkatan sosial ini di
kenal dalam bahasa jawa dengan istilah undak
usuk. Adanya tingkat-tingkat bahasa yang di sebut undak usuk ini menyebabkan penutur dari masyarakat jawa tersebut
untuk mengetahui lebih dahulu kedudukan tingkat sosial terhadap lawan
bicaranya. Adakalanya mudah, tetapi sering kali tidak mudah. Lebih-lebih lagi
kalau terjadi si penutur lebih tinggi kedudukan sosialnya tetapi usianya lebih
muda. Atau sebaliknya, kedudukan sosialnya lebih rendah tetapi lebih tua dari
lawan bicaranya. Kesulitan ini ditambah pula dengan semacam kode etik, bahwa
seorang penutur tidak boleh menyebut dirinya dengan tingkat bahasa yang lebih
tinggi. Dengan demikian, dapat di lihat betapa rumitnya pemilihan variasi
bahasa untuk berbicara dalam bahasa jawa.
Uhlenbeck(1970)
membagi variasi bahasa menjadi tiga yaitu krama,
madya dan ngoko. Lalu
masing-masing di perinci lagi menjadi muda
krama, kramantara, dan wredakrama madya ngoko madyantara dan madya
krama; ngoko sopan dan ngoko andhap. Sedangkan Clifford
geertz(1976:168) membagi dua bagian pokok yaitu krama dan ngoko lalu krama di perinci menjadi krama inggil, krama biasa dan krama madya,
sedangkan ngoko di perinci manjadi ngoko madya, ngoko biasa dan ngoko sae.
Untuk lebih jelas lihat contoh yang di angkat dari suwito(1983), pada contoh
berikut dapat dilihat adanya variasi bahasa krama
dan ngoko dilihat dari sipenanya,
kalau si penanya mempunyai status sosial yang lebih rendah dari si penjawab
maka biasanya di gunakan bentuk krama
dan si penjawab menggunakan bentuk ngoko,
kalau si penanya mempunyai status sosial yang lebih tinggi dari si penjawab,
maka dia menggunakan bentuk ngoko
sedangkan si penjawab menggunakan bentuk krama.
Kalau penanya dan penjawab memiliki kedudukan yang sederajat, maka kalau si
penanya menggunakan bentuk krama si
penjawab juga memekai bentuk krama pula,
dan apabila si penanya menggunakan bentuk ngoko
maka si penjawab juga harus memakai bentuk ngoko.
Dari
uraian di atas, jelas, yang di maksud dengan tingkat sosial masyarakat itu
adalah status di mana seseorang mempunyai kedudukan dari segi pendidikan maupun
dari segi ekonomi. Lalu bagaimanakah hubungan antara bahasa dengan tingkat sosial
masyarakat?. Tingkatan sosial seseorang di masyarakat sangat mempengaruhi cara
berbahasa dengan orang lain dan menjadi ukuran bagi lawan bicara agar
menggunakan variasi bahasa dengan melihat status sosial seseorang di
masyarakat.
terima kasih telah membagikan ilmu dan informasi yang bermanfaat
BalasHapusVisit Us